KATA PENGANTAR
Puji syukur Saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat serta karunia-Nya, sehingga
berhasil menyelesaikan Tugas makalah ini yang berjudul “Masyarakat
pedesaan dan perkotaan”
Makalah ini, tentunya
masih jauh dari kesempurnaan, karena saya juga masih dalam tahap pembelajaran.
Oleh karena itu arahan, koreksi dan saran, sangat berguna bagi saya kedepannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Terima kasih.
Depok, 7 Januari 2016
Handhika Prameswara
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masyarakat pedesaan di Indonesia tergolong masyarakat yang
sangat jauh tertinggal, hal ini disebabkan keberedaan wilayah yang jauh dari
pusat pembangunan Nasional, bahkan hampir tidak tersentuh oleh pembangunan
Nasional. Beberapa metode dan pendekatan telah dikembangkan untuk memahami
masalah dan membantu merumuskan kebijakan guna memecahkan masalah pembangunan
pedesaan. Sejak tahun 1970an para pakar banyak yang memanfaatkan metode,
pendekatan, dan logika berfikir survei verifikatif dalam meriset masalah sosial
masyarakat pedesaan.
Di Indonesia, pertumbuhan penduduk semakin meningkat,
terutama di daerah perkotaan. Banyak masyarakat desa mencari kehidupan yang
lebih baik di perkotaan. Mereka berfikir bahwa di perkotaan adalah sumber mata
pencaharian terbesar dibandingkan di pedesaan. Mereka juga menganggap bahwa
kehidupan di kota lebih baik daripada di desa. Namun, pada kenyataannya
kehidupan di kota tidak sebaik yang mereka bayangkan. Dalam hal ini penulis
akan membahas dan menjelaskan tentang ruang lingkup perbedaan masyarakat
pedesaan dengan masyarakat kota
B. Rumusan Masalah
Masyarakat desa dengan kota sering menjadi perdebatan dalam
hal perbedaan maupun interaksi. Untuk itu ada beberapa hal yang perlu dipahami
dan dimengerti tentang masyarakat desa dan kota yaitu:
1. Memahami
pengertian masyarakat desa
2. Mengetahui
ciri-ciri sosial masyarakat desa
3. Mengetahui
perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Masyarakat Pedesaan (masyarakat tradisional)
Yang dimaksud dengan desa menurut Sutardjo Kartodikusuma
mengemukakan sebagai berikut: Desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat
tinggal suatu masyarakat pemerintahan tersendiri.[1]
Menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau kesatuan
goegrafi ,sosial, ekonomi, politik dan kultur yang terdapat ditempat itu (suatu
daerah), dalam hubungan dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah lain.
Sedang menurut Paul H. Landis :Desa adalah pendudunya kurang
dari 2.500 jiwa. Dengan ciri ciri sebagai berikut :
a) mempunyai
pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa.
b) Ada pertalian
perasaan yang sama tentang kesukaan
terhadap kebiasaan
c) Cara berusaha
(ekonomi)adalah agraris yang paling umum yang sangat dipengaruhi alam seperti :
iklim, keadaan alam ,kekayaan alam, sedangkan pekerjaan yang bukan agraris
adalah bersifat sambilan
Dalam kamus sosiologi kata tradisional dari bahasa Inggris,
Tradition artinya Adat istiadat dan kepercayaan yang turun menurun dipelihara,
dan ada beberapa pendapat yang ditinjau dari berbagai segi bahwa, pengertian
desa itu sendiri mengandung kompleksitas yang saling berkaitan satu sama lain
diantara unsur-unsurnya, yang sebenarnya desa masih dianggap sebagai standar
dan pemelihara sistem kehidupan bermasyarakat dan kebudayaan asli seperti
tolong menolong, keguyuban, persaudaraan, gotong royong, kepribadian dalam
berpakaian, adat istiadat , kesenian kehidupan moral susila dan lain-lain yang
mempunyai ciri yang jelas.
Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan pengertian desa
sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah, yang berwenang
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan
asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam system
pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari defenisi tersebut, sebetulnya desa merupakan bagian
vital bagi keberadaan bangsa Indonesia. Vital karena desa merupakan satuan
terkecil dari bangsa ini yang menunjukkan keragaman Indonesia. Selama ini
terbukti keragaman tersebut telah menjadi kekuatan penyokong bagi tegak dan
eksisnya bangsa. Dengan demikian penguatan desa menjadi hal yang tak bisa
ditawar dan tak bisa dipisahkan dari pembangunan bangsa ini secara menyeluruh.
Memang hampir semua kebijakan pemerintah yang berkenaan
dengan pembangunan desa mengedepankan sederet tujuan mulia, seperti
mengentaskan rakyat miskin, mengubah wajah fisik desa, meningkatkan pendapatan
dan taraf hidup masyarakat, memberikan layanan social desa, hingga
memperdayakan masyarakat dan membuat pemerintahan desa lebih modern. Sayangnya
sederet tujuan tersebut mandek diatas kertas.
Karena pada kenyataannya desa sekedar dijadikan obyek
pembangunan, yang keuntungannya direguk oleh actor yang melaksanakan
pembangunan di desa tersebut : bisa elite kabupaten, provinsi, bahkan pusat.[2]
Di desa, pembangunan fisik menjadi indicator keberhasilan pembangunan. Karena
itu, Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang ada sejak tahun 2000 dan secara
teoritis memberi kesempatan pada desa untuk menentukan arah pembangunan dengan
menggunakan dana PPK, orientasi penggunaan dananyapun lebih untuk pembangunan
fisik. Bahkan, di Sumenep (Madura), karena kuatnya peran kepala desa (disana
disebut klebun) dalam mengarahkan dana PPK untuk pembangunan fisik semata,
istilah PPK sering dipelesetkan menjadi proyek para klebun.
Menyimak realitas diatas, memang benar bahwa yang selama ini
terjadi sesungguhnya adalah “Pembangunan di desa” dan bukan pembangunan untuk,
dari dan oleh desa. Desa adalah unsur bagi tegak dan eksisnya sebuah bangsa
(nation) bernama Indonesia.
Kalaupun derap pembangunan merupakan sebuah program yang
diterapkan sampai kedesa-desa, alangkah baiknya jika menerapkan konsep
:”Membangun desa, menumbuhkan kota”. Konsep ini, meski sudah sering dilontarkan
oleh banyak kalangan, tetapi belum dituangkan ke dalam buku yang khusus dan
lengkap. Inilah tantangan yang harus segera dijawab.
B. Ciri-ciri
Masyarakat desa (karakteristik)
Dalam buku Sosiologi karangan Ruman Sumadilaga seorang ahli
Sosiologi “Talcot Parsons” menggambarkan masyarakat desa sebagai masyarakat
tradisional (Gemeinschaft) yang mebngenal ciri-ciri sebagai berikut :
a. Afektifitas ada hubungannya dengan perasaan kasih sayang,
cinta , kesetiaan dan kemesraan. Perwujudannya dalam sikap dan perbuatan tolong menolong, menyatakan simpati terhadap
musibah yang diderita orang lain dan
menolongnya tanpa pamrih.
Orientasi kolektif sifat ini merupakan konsekuensi dari
Afektifitas, yaitu mereka mementingkan kebersamaan , tidak suka menonjolkan
diri, tidak suka akan orang yang berbeda pendapat, intinya semua harus
memperlihatkan keseragaman persamaan.
Partikularisme pada dasarnya adalah semua hal yang ada
hubungannya dengan keberlakuan khusus untuk suatu tempat atau daerah tertentu.
Perasaan subyektif, perasaan kebersamaan sesungguhnya yang hanya berlaku untuk
kelompok tertentu saja.(lawannya Universalisme)
Askripsi yaitu berhubungan dengan mutu atau sifat khusus
yang tidak diperoleh berdasarkan suatu usaha yang tidak disengaja, tetapi
merupakan suatu keadaan yang sudah merupakan kebiasaan atau keturunan.(lawannya
prestasi).
e. Kekabaran (diffuseness). Sesuatu yang tidak jelas
terutama dalam hubungan antara pribadi tanpa ketegasan yang dinyatakan
eksplisit. Masyarakat desa menggunakan bahasa tidak langsung, untuk menunjukkan
sesuatu. Dari uraian tersebut (pendapat Talcott Parson) dapat terlihat pada
desa-desa yang masih murni masyarakatnya tanpa pengaruh dari luar.[3]
C. Perbedaan
Masyarakat Pedesaan Dan Masyarakat Perkotaan
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat
pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat
masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat kota adalah
bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam memecahkan suata
permasalahan. Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa
selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam
perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian
karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun
dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi,
sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku.
Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang
terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
• Sederhana
• Mudah curiga
• Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
• Mempunyai sifat kekeluargaan
• Lugas atau berbicara apa adanya
• Tertutup dalam hal keuangan mereka
• Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
• Menghargai orang lain
• Demokratis dan religious
• Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beradaptasi mereka sangat sederhana, dengan
menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta
yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat
pedesaan. Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat
pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi
atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1. Kehidupan
keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah
peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
2. Orang kota pada
umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada
orang lain.
3. Di kota-kota
kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan
politik dan agama dan sebagainya.
4. Jalan pikiran
rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
5.
Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor
kepentingan pribadi dari pada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik
masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari
perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan
sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan
dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
Menurut Soekanto (1994), per-bedaan tersebut sebenarnya
tidak mempunyai hubungan dengan pengertian masyarakat sederhana, karena dalam
masyarakat modern, betapa pun kecilnya suatu desa, pasti ada pengaruh-pengaruh
dari kota. Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada
hakekatnya bersifat gradual.
Kita dapat membedakan antara masya-rakat desa dan masyarakat
kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya
sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses
sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula.
Perbedaan ciri antara kedua sistem tersebut dapat diungkapkan secara singkat
menurut Poplin (1972) sebagai berikut:
Masyarakat Pedesaan
Masyarakat Kota
Perilaku homogeny
Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan
kebersamaan
Perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status
Isolasi sosial, sehingga statik
Kesatuan dan keutuhan kultural
Banyak ritual dan nilai-nilai sakral
Kolektivisme Perilaku
heterogen
Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan
kelembagaan
Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi
Mobilitas sosial, sehingga dinamik
Kebauran dan diversifikasi kultural
Birokrasi fungsional dan nilai-nilai sekular
Individualisme
Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang
lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat
pedesaan lainnya. Sistem kehidupan biasanya berkelompok atas dasar sistem
kekeluargaan (Soekanto, 1994). Selanjutnya Pudjiwati (1985), menjelaskan
ciri-ciri relasi sosial yang ada di desa itu, adalah pertama-tama, hubungan
kekerabatan. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan
penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian,
walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat
gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan
di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja.[4]
Golongan orang-orang tua pada masyarakat pedesaan umumnya
memegang peranan penting. Orang akan selalu meminta nasihat kepada mereka
apabila ada kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Nimpoeno (1992) menyatakan bahwa
di daerah pedesaan kekuasaan-kekuasaan pada umumnya terpusat pada individu
seorang kiyai, ajengan, lurah dan sebagainya.
Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa
dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah mudahan akan dapat
mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut
sebagi masyarakat pedeasaan atau masyarakat perkotaan.
Ciri ciri tersebut antara lain :
1) jumlah dan
kepadatan penduduk
2) lingkungan
hidup
3) mata
pencaharian
4) corak kehidupan
sosial
5) stratifiksi
sosial
6) mobilitas
sosial
7) pola interaksi
sosial
8) solidaritas
sosial
9) kedudukan dalam
hierarki sistem administrasi nasional
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Manusia menjalani
kehidupan didunia ini tidaklah bisa hanya mengandalkan dirinya sendiri
dalam artian butuh bantuan dan pertolongan orang lain , maka dari itu manusia
disebut makhluk sosial, sesuai dengan Firman Allah SWT yang artinya : “ Wahai
manusia! Sungguh Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar
kamu saling mengenal ( bersosialisasi ).….” (Al-Hujurat :13 ). Oleh karena itu
kehidupan bermasyarakat hendaklah menjadi sebuah pendorong atau sumber kekuatan untuk mencapai cita-cita
kehidupan yang harmonis, baik itu kehidupan didesa maupun diperkotaan. Tentunya
itulah harapan kita bersama, tetapi fenomena apa yang kita saksikan sekarang
ini, jauh sekali dari harapan dan tujuan pembangunan Nasional negara ini,
kesenjangan Sosial, yang kaya makin Kaya
dan yang Miskin tambah melarat , mutu pendidikan yang masih rendah, orang mudah
sekali membunuh saudaranya (dekadensi moral ) hanya karena hal sepele saja, dan
masih banyak lagi fenomena kehidupan tersebut diatas yang kita rasakan bersama,
mungkin juga fenomena itu ada pada lingkungan dimana kita tinggal.
Sehubungan dengan itu, barangkali kita berprasangka atau
mengira fenomena-fenomena yang terjadi diatas hanya terjadi dikota saja,
ternyata problem yang tidak jauh beda ada didesa, yang kita sangka adalah
tempat yang aman, tenang dan berakhlak
(manusiawi), ternyata telah tersusupi oleh kehidupan kota yang serba boleh dan
bebas itu disatu pihak masalah urbanisasi menjadi masalah serius bagi kota dan
desa, karena masyarakat desa yang berurbanisasi ke kota menjadi masyarakat
marjinal dan bagi desa pengaruh urbanisasi menjadikan sumber daya manusia yang
produktif di desa menjadi berkurang yang membuat sebuah desa tak maju bahkan
cenderung tertinggal.
B. Saran – saran
Pembangunan Wilayah perkotaan seharusnya berbanding lurus
dengan pengembangan wilayah desa yang berpengaruh besar terhadap pembangunan
kota. Masalah yang terjadi di kota tidak terlepas karena adanya problem masalah
yang terjadi di desa, kurangnya sumber daya manusia yang produktif akibat
urbanisasi menjadi masalah yang pokok untuk diselesaikan dan paradigma yang
sempit bahwa dengan mengadu nasib dikota maka kehidupan menjadi bahagia dan
sejahtera menjadi masalah serius.
Problem itu tidak akan menjadi masalah serius apabila pemerintah lebih
fokus terhadap perkembangan dan pembangunan desa tertinggal dengan membuka
lapangan pekerjaan dipedesaan sekaligus mengalirnya investasi dari kota dan
juga menerapkan desentralisasi otonomi daerah yang memberikan keleluasaan
kepada seluruh daerah untuk mengembangkan potensinya menjadi lebih baik,
sehingga kota dan desa saling mendukung dalam segala aspek kehidupan
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Drs. 2003. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineke
Cipta.
http://makalahuniq.blogspot.co.id/2015/10/makalah-masyarakat-desa-dan-masyarakat_26.html?m=1
Komentar
Posting Komentar