Segala puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya makalah ini bisa
dapat saya selesaikan. Makalah ini disusun agar kita selagi manusia dapat
memperluas wawasan kita tentang Ilmu Sosial Dasar. Khususnya tentang pembahasan
“Masalah Sosial”
Makalah ini, tentunya
masih jauh dari kesempurnaan, karena saya juga masih dalam tahap pembelajaran.
Oleh karena itu arahan, koreksi dan saran, sangat berguna bagi saya kedepannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Terima kasih.
Depok, 27 November 2016
Handhika Prameswara
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Kemiskinan sesungguhnya telah menjadi masalah dunia sejak
berabad-abad lalu. Namun, realitasnya, hingga kini kemiskinan masih menjadi
bagian dari persoalan terberat dan paling krusial di dunia ini. Teknologi boleh
semakin maju, negara-negara merdeka semakin banyak, dan negara-negara kaya
boleh saja kian bertambah (pun semakin kaya!). Tetapi, jumlah orang miskin di
dunia tak kunjung berkurang. Kemiskinan bahkan telah bertransformasi menjadi
wajah teror yang menghantui dunia.
Bagaimana gambaran kemiskinan yang melingkupi kita saat ini?
Data World Bank 2006 menunjukkan, setidaknya terdapat 1,1 milyar penduduk
miskin di dunia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia (yang dikategorikan
supermiskin1 oleh World Bank) pada tahun 2007 mencapai 39 juta orang atau 17,75
persen dari total populasi. Untuk wilayah Jawa Barat, yang punya cita-cita
meningkatkan poin IPM menjadi 80 pada 2008, jumlah penduduk miskin mencapai
5,46 juta orang, atau sekitar 13,55 persen dari total penduduk miskin di
Indonesia2. Memprihatinkan, karena data ini.memperlihatkan adanya peningkatan
penduduk miskin di Jawa Barat sebanyak 317.000 orang!3 Ini berarti, program-program
pengentasan kemiskinan yang digagas pemerintah pusat maupun daerah telah gagal
mengentaskan penduduk Jawa Barat dari cengkeraman kemiskinan. Khususnya di
dearah kota Bekasi.
Kota Bekasi, merupakan kota besar kelima yang terletak di
Provinsi Jawa Barat, Indonesia yang kapasitas penduduknya sebesar 1.940.308
jiwa. Kota ini terletak di sebelah timur Jakarta; berbatasan dengan Jakarta
Timur di barat, Kabupaten Bekasi di utara dan timur, Kabupaten Bogor di
selatan, serta Kota Depok di sebelah barat daya. Bekasi merupakan salah satu
kota penyangga di wilayah megapolitan Jabotabek selain Tangerang, Tangerang
Selatan, Bogor, Depok, dan Cikarang; serta menjadi tempat tinggal para komuter
yang bekerja di Jakarta. Oleh karena itu, ekonomi Kota Bekasi sangat berhubungan
erat dengan kota-kota di wilayah Jabotabek. Kota Bekasi terdiri atas 12
kecamatan, yang dibagi lagi atas 56 kelurahan. Sebagian besar jalan di kota
Bekasi rusak parah, terutama pada musim hujan. Jalan-jalan yang rusak terutama
di wilayah Bekasi Utara. Wilayah Bantar Gebang di selatan kota Bekasi yang
menjadi tempat pembuangan akhir sampah, menjadi sumber penyakit bagi masyarakat
sekitar. Banyak lahan-lahan pertanian diubah menjadi pabrik-pabrik yang megah.
Kawasan-kawasan industri mulai memperluas lahannya. Lahan-lahan pertanian
produktif pun telah menjadi perumahan-perumahan penduduk, dan nasib para petani
semakin terjepit bagi mereka yang tidak sanggup atau tidak diterima menjadi
buruh pabrik, dan akhirnya menjadi pengangguran, dan mengakibatkan kemiskinan
di kota ini.
Perumusan Masalah
Bertitiktolak dari latar belakang permasalahan, maka masalah
dalam makalah ini dapat dirumuskan sbb.”bagaimana cara menghilangkan masalah
tersebut dan cara mengatasi masalah kemiskinan tersebut”.
Tujuan dan Manfaat penulisan
Tujuan utama penulisan adalah menggambarkan bagaimana
kemiskinan dapat coba diatasi agar tidak bertambah dari tahun ketahun.
Manfaat yang bisa diperoleh dari karya tulis ini adalah sbb.
1. Agar
menumbuhkan kesadaran kepada masyarakat Indonesia bahwa kemiskinan di Indonesia
masih cukup banyak.
2. Supaya
masyrakat Indonesia ikut membantu atau meringankan penderitaan kalang miksin
ini.
BAB II
PEMBAHASAN
Masalah Sosial, Batasan dan Pengertian
Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral.
Masalah tersebut merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang
inmoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak. Oleh sebab itu,
maslah-masalah sosial tak akan mungkin diterapkan tanpa mempertimbangkan
ukuran-ukuran masyarakat mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap
buruk. Sosiologi menyangkut teori yang hanya dalam batas tertentu menyangkut
nilai-nilai sosial dan moral, yang terpokok adalah aspek ilmiahnya.
Maslah sosial masyarakat menyangkut analisis tentang
macam-macam gejala kehidupan masyarakat, sedangkan problema sosial meneliti
gejala-gejala abnormal masyarakat dengan maksud untuk memperbaiki atau bahkan
untuk menghilangkannya. Sosiologi menyelidiki persoalan-persoalan umum dalam
masyarakat dengan maksud untuk menemukan dan menafsirkan kenyataan-kenyataan
kehidupan masyrakat. Sementara itu, usaha-usaha perbaikannya merupakan bagian
dari pekerjaan sosial. Dengan kata lain sosiologi berusaha untuk memahami
kekuatan-kekuatan dasar yang berda di belakang tata kelakuan sosial. Pekerjaan
sosial berusaha untuk menganggulangi gejala-gejala abnormal dalam masyarakat,
atau untuk memecahkan persoalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat.
Masalah sosial merupakan suatu ketidaksesuaian antara
unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok
sosial. Atau, menghambat terpenuhinya keinginan-keinginan pokok warga kelompok
sosial tersebut sehingga menyebabkan kepincangan ikatan sosial. Dalam keadaan
normal terdapat integrasi serta keadaan yang sesuai pada hubungan-hubungan
antar unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat. Apabila antar unsur-unsur
tersebut terjadi bentrokan, maka hubungan-hubungan sosial akan terganggu
sehingga mungkin terjadi kegoyahan dalam kehidupan kelompok.
Perumusan masalah sosial tidak begitu sukar, daripada
usaha-usaha untuk membuat suatu indeks yang memberi petunjuk akan adanya
masalah sosial tersebut. Para sosiologi telah banyak mengusahakan adanya
indeks-indeks tersebut seperti misalnya indeks simple rates , yaitu angka laju
gejala-gejala abnormal dalam masyarakat, angka-angka bunuh diri, perceraian,
kejahatan anak-anak, dan seterusnya. Sering kali juga diusahakan sistem
composite indices, yaitu gabungan indeks-indeks dari bermacam-macam aspek yang
mempunyai kaitan satu sama lainnya contohnya angka bunuh diri di hungkan dengan
tingkat kemiskinan yang menjadi faktor melakukan tindakan tersebut. Namun
demikian, ada beberapa ukuran umum yang dapat dipakai sebagai ukuran terjadinya
suatu disorganisasi dalam masyarakat umpamanya adanya keresahan sosial. Karena
terjadinya pertentangan antara golongan-golongan dalam masyarakat, frekuensi
penemuan baru yang fundamental dalam kebudayaan dan masyarakat tersebut juga
menyebabkan perubahan-perubahan.
Kemiskinan Sebagai Masalah Sosial
Kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak
sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan
juga tidak mampu memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok
tersebut. Tingkat kemiskinan di masyarakat dapat diukur melalui berbagai
pendekatan, yaitu:
a. Secara absolut,
artinya kemiskinan tersebut dapat diukur dengan standar tertentu. Seseorang
yang memiliki taraf hidup di bawah standar, maka dapat disebut miskin. Namun,
jika seseorang yang berada di atas standar dapat dikatakan tidak miskin.
b. Secara relatif,
digunakan dalam masyarakat yang sudah mengalami perkembangan dan terbuka.
Melalui konsep ini, kemiskinan dilihat dari seberapa jauh peningkatan taraf
hidup lapisan terbawah yang dibandingkan dengan lapisan masyarakat lainnya.
Selain itu, kemiskinan juga dapat dilatarbelakangi oleh
beberapa faktor. Adapun faktor yang melatarbelakangi adanya sumber masalah
kemiskinan, yaitu:
a. Faktor
Biologis, Psikologis, dan Kultural
Kondisi individu yang memiliki kelemahan biologis,
psikologis, dan kultural dapat dilihat dari munculnya sifat pemalas, kemampuan
intelektual dan pengetahuan yang rendah, kelemahan fisik, kurangnya
keterampilan, dan rendahnya kemampuan untuk menanggapi persoalan di sekitarnya.
b. Faktor
Struktural
Kemiskinan struktural biasanya terjadi dalam masyarakat yang
terdapat perbedaan antara orang yang hidup di bawah garis kehidupan dengan
orang yang hidup dalam kemewahan. Ciri-ciri masyarakat yang mengalami
kemiskinan struktural, yaitu:
1) Tidak adanya
mobilitas sosial vertikal.
2) Munculnya
ketergantungan yang kuat dari pihak orang miskin terhadap kelas sosial-ekonomi
di atasnya.
Kriminalitas Sebagai Masalah Sosial
Kriminalitas berasal dari kata crimeyang artinya kejahatan.
Kriminalitas adalah semua perilaku warga masyarakat yang bertentangan dengan
norma-norma hukum pidana. Kriminalitas yang terjadi di lingkungan masyarakat
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik dari dalam maupun luar
individu. Tindakan kriminalitas yang ada
di masyarakat sangat beragam bentuknya, seperti pencurian, perampokan,
pembunuhan, dan lain sebagainya. Tindakan kriminalitas yang terjadi di
masyarakat harus menjadi perhatian aparat polisi dan masyarakat sekitar. Ada
beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya masalah
kriminalitas di lingkungan masyarakat, antara lain:
a. Peningkatan dan
pemantapan aparatur penegak hukum.
b. Adanya
koordinasi antara aparatur penegak hukum dengan aparatur pemerintah lainnya
yang saling berhubungan.
c. Adanya
partisipasi masyarakat untuk membantu kelancaran pelaksanaan penanggulangan
kriminalitas.
d. Membuat
undang-undang, yang dapat mengatur dan membendung adanya tindakan kejahatan.
Kesenjangan Sosial Sebagai Masalah Sosial
Kesenjangan sosial adalah suatu keadaan ketidakseimbangan
sosial yang ada di masyarakat yang
menjadikan suatu perbedaan yang sangat mencolok. Dalam hal kesenjangan sosial
sangatlah mencolok dari berbagai aspek misalnya dalam aspek keadilanpun bisa
terjadi. Antara orang kaya dan miskin sangatlah dibedakan dalam aspek apapun,
orang desa yang merantau dikotapun ikut terkena dampak dari hal ini, memang
benar kalau dikatakan bahwa “ Yang kaya makin kaya, yang miskin makin miskin”.
Adanya ketidak pedulian terhadap sesama ini dikarenakan adanya kesenjangan yang
terlalu mencolok antara yang “kaya” dan yang “miskin”. Banyak orang kaya yang
memandang rendah kepada golongan bawah, apalagi jika ia miskin dan juga kotor,
jangankan menolong, sekedar melihatpun mereka enggan.
Disaat banyak anak-anak jalanan yang tak punya tempat
tinggal dan tidur dijalanan, namun masih banyak orang yang berleha-leha tidur
di hotel berbintang , banyak orang diluar sana yang kelaparan dan tidak bisa
memberi makan untuk anak-anaknya tapi lebih banyak pula orang kaya sedang asyik
menyantap berbagai makanan enak yang harganya selangit. Disaat banyak
orang-orang miskin kedinginan karena pakaian yang tidak layak mereka pakai,
namun banyak orang kaya yang berlebihan membeli pakaian bahkan tak jarang yang
memesan baju dari para designer seharga 250.000 juta, dengan harga sebanyak itu
seharusnya sudah dapat memberi makan orang-orang miskin yang kelaparan.
Kesenjangan sosial yang terjadi diakibatkan oleh beberapa
hal yaitu :
a. Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat terwujud dalam
berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan berkembang di
dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
1. Sistem ekonomi
uang, buruh upah dan sistem produksi untuk
keuntungan tetap tingginya tingkat pengangguran dan setengah
pengangguran bagi tenaga tak terampil
2. Rendahnya upah
buruh
3. Tidak
berhasilnya golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi
dan politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
4. Sistem keluarga
bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
5. Kuatnya
seperangkat nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan
harta kekayaan dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat,
serta adanya anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil
ketidaksanggupan pribadi atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan adaptasi terhadap
seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih luas, sekali
budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya dari generasi
ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya kemiskinan cendrung
berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang berlapis-lapis rusak atau
berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat penjajahan yakni struktur
ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status golongan pribumi tetap
dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses penghapusan suku. Budaya
kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta sosial yang lebih rendah,
masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal dari buruh tani yang tidak
memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner (1983)
formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang yang
terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah sebagai
salah satu bentuk adaptasi yang realistis.
Beberapa ciri kebudayaan kemiskinan adalah :
1. Fatalisme,
2. Rendahnya
tingkat aspirasi,
3. Rendahnya
kemauan mengejar sasaran,
4. Kurang melihat
kemajuan pribadi ,
5. Perasaan ketidak
berdayaan/ketidakmampuan,
6. Perasaan untuk
selalu gagal,
7. Perasaan menilai
diri sendiri negatif,
8. Pilihan sebagai
posisi pekerja kasar, dan
9. Tingkat
kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi adaptasi, maka suatu
usaha yang sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai yang tidak diinginkan ini
menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai golongan kelas menengah, dengan
menggunakan metode-metode psikiater kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih
dahulu (ataupun secara bersamaan) berusaha untuk secara berarti mengubah
kenyataan kenyataan struktur sosial (pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan
pola-pola kebudayaan membatasi lingkup partisipasi sosial dan peyaluran
kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya kemiskinan bukannya berasal dari
kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi penyesuaian diri. Kemiskinan
struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh
suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat
ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka.
Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu
masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh
karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu
sendiri.
b. Lapangan
Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam
perekonomian masyarakat, sedangan perekonomian menjadi fartor terjadinya
kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan
pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan bagi
pemerintah saat ini.
Ketidakadilan Sebagai Masalah Sosial
Menurut kamus umum bahasa Indonesia susunan W.J.S
Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau memihak manapun dan
tidak sewenang-wenang. Sedangkan menurut istilah keadilan adalah penagkuan dan
perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan menurut Aristoteles
adalah kelayakan dalam tindakan manusia, ada tiga macam keadilan menurut
Aristoteles, yaitu :
a. Keadilan
distributif, yaitu memberikan sama yang sama dan memberikan tidak sama yang
tidak sama
b. Keadilan
kommutatif, yaitu penerapan asas proporsional, biasanya digunakan dalam hal
hukum bisnis
c. Keadilan
remedial, yaitu memulihkan sesuatu ke keadaan semula, biasanya digunakan dalam
perkara gugatan ganti kerugian.
Keadilan juga dapat dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Keadilan
restitutif, yaitu keadilan yang berlaku dalam proses litigasi di pengadilan
dimana fokusnya adalah pelaku
b. Keadilan
restoratif, yaitu keadlian yang berlaku dalam proses penyelesaian sengketa
non-litigasi dimana fokusnya bukan pada pelaku, tetapi pada kepentingan
“victims” (korban).
Supremasi hukum di Indonesia masih harus direformasi untuk
menciptakan kepercayaan masyarakat dan dunia internasional terhadap sistem
hukum Indonesia. Masih banyak kasus-kasus ketidakadilan hukum yang terjadi di
negara kita. Keadilan harus diposisikan secara netral, artinya setiap orang
memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa kecuali.
Keadaan yang sebaliknya terjadi di Indonesia. Bagi
masyarakat kalangan bawah perlakuan ketidakadilan sudah biasa terjadi. Namun
bagi masyarakat kalangan atas atau pejabat yang punya kekuasaan sulit rasanya
menjerat mereka dengan tuntutan hukum. Ini jelas merupakan sebuah
ketidakadilan.Inilah dinamika hukum di Indonesia, yang menang adalah yang
mempunyai kekuasaan, yang mempunyai uang banyak, dan yang mempunyai kekuatan.
Mereka pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Orang
biasa seperti Nenek Minah dan teman-temannya itu, yang hanya melakukan tindakan
pencurian kecil langsung ditangkap dan dijebloskan ke penjara. Sedangkan
seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang negara milyaran rupiah dapat
berkeliaran dengan bebasnya
Sebagai salah satu contoh lagi ketidakadilan di negara ini
adalah budaya hakim sendiri. Budaya tersebut dilakukan bila terjadi tindakan
kejahatan dan menangkap basah pelaku kejahatan tersebut. Pelaku kejahatan
biasanya akan babak-belur atau bahkan meninggal jika polisi tidak langsung
menanganinya langsung. Budaya tersebut sebaiknya tidak dilakukan oleh
masyarakat, seharusnya masyarakat menyerahkan pelaku kejahatan kepada aparat
hukum dan membiarkan aparat hukum yang menindak langsung terhadap tindak
kejahatan. Tetapi apakah fenomena budaya hakim sendiri terjadi karena ketidakpercayaan
masyarakat terhadap aparat hukum dan hukum
yang berlaku di Indonesia? Mungkin saja fenomena hakim sendiri lahir
karena aparat hukum yang tidak menegakkan hukum. Banyak juga kita lihat di
televisi aparat-aparat hukum yang berlaku tidak adil, sebagai contoh kita ambil
kasus korupsi simulator SIM petinggi POLRI. Seharusnya aparat hukum yang
menegakkan hukum, tetapi pada kenyataannya adalah aparat hukum tersebut yang
melanggar hukum. Atau bahkan seorang hakim yang seharusnya jadi pengadil di
negeri ini malah disuap. Harus kemanakah mencari keadilan di negeri ini?
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.Masalah sosial menyangkut nilai-nilai sosial dan moral.
Masalah tersebut merupakan persoalan karena menyangkut tata kelakuan yang
inmoral, berlawanan dengan hukum dan bersifat merusak.
2.Sesuai dengan sumber-sumbernya maslah sosial dapat
diklasifkasikan dalam keempat kategori, yaitu faktor-faktor ekonomis, biologis,
biofsikologis dan kebudayaan.
3. Dalam memecahkan masalah sosial ada beberapa metode yang
dapat digunakan yaitu, metode preventif dan metode represif.
Saran
Dengan adanya makalah ini diharapakan mahasiswa telah
mengerti dan memahami masalah sosial, sehingga dapat menerapkan nya dalam
kehidupan masyarakat dan mengurangi tingkat permasalahan sosial yang terjadi
dlam masyarakat itu sendiri.
Daftar Pustaka
Komentar
Posting Komentar